Tak Cukup Hanya Cinta
Seorang suami tertarik wanita lain, ia memutuskan akan pergi meninggalkan rumah untuk menemui kekasihnya, menikah, dan hidup bahagia bersamanya.
Sementara istrinya akan ia ceraikan, sebab ia tahu bahwa istrinya tak mau diduakan.
Selain itu istrinya pun sampai saat ini belum memberikan keturunan. Karena alasan ini pula, niatnya untuk menikah lagi semakin terkuatkan.
Pagi itu ia sudah mandi, dandan, dan berkemas. Sesekali diliriknya sang istri yang tengah sibuk memasak di dapur. Lalu masuk kamar dan mengambil beberapa helai pakaian untuk dilipat dan dimasukan ke dalam tasnya. Dua tas besar pun sudah terisi penuh.
“Dik, aku mau bicara sebentar..”
“Sebentar ya Mas, aku hidangkan dulu makanan. Biar santai, nanti bicaranya sambil makan ya.”
Istrinya tersenyum manis. Sang suami duduk di kursi menghadap meja makan. Hidungnya mencium aroma makanan yang menggiurkan. Perutnya melilit managih jatah sarapan, lidahnya menjilat bibir, dan segumpal air liur ditelannya.
“Sebetulnya aku sudah tahu Mas mau pergi,” kata sang istri, “Aku khawatir saat di perjalanan Mas lapar dan kambuh sakit maagnya. Aku sengaja masak spesial pagi ini, mungkin ini yang terakhir sebelum Mas meninggalkanku.”
“Aku ingin Mas makan dulu,” lanjutnya, “Supaya Mas sehat, kuat, dan bugar. Aku juga sudah siapkan air dalam botol dan sedikit cemilan untuk di perjalanan. Semoga Mas sehat selalu.”
Sang suami termenung menyimak tutur istrinya, kepalanya menunduk seperti memikirkan sesuatu, dan dengan mata berkaca-kaca ia angkat bicara, “Istriku, aku tak jadi pergi. Aku ingin tetap bersamamu.”
Pengertian itu penting. Perhatian itu meluluhkan hati.
Kadang renggangnya hubungan suami istri bukan lantaran kurangnya rasa cinta, tapi kurangnya ilmu tentang cinta. Kurangnya perhatian untuk saling mengerti dan memahami. Kurangnya bumbu asamara dalam meracik kasih sayang. Juga kurangnya pengetahuan dalam menyajikan getar-getar cinta dalam jiwa.
Saat kebersamaan itu hambar, bahkan hampir memudar seperti kisah di atas, menjadi kembali segar setelah hadirnya bumbu cinta berupa pengertian, perhatian, dan kasih sayang. Kebersamaan pun kembali berselera, menarik, dan menghangatkan suasana. Bila pun sempat curiga, selalu kedepankan baik sangka.
Mendahulukan baik sangka saat curiga, merupakan kebaikan yang harus selalu diupayakan.
Lebih baik prediksi meleset, tapi kita sudah berusaha baik sangka. Daripada prediksi kita benar, tapi didahului oleh buruk sangka.
Saat hati mulai disinggahi oleh curiga, semoga baik sangka bertakhta di hati kita. Semoga dengan baik sangka menjadikan rumah tangga terpelihara keutuhannya.
Semoga kita kian giat belajar ilmu tentang rumah tangga, sebab sekali lagi, renggangnya hubungan suami istri buka semata karena kurangnya rasa cinta, tapi karena kurangnya ilmu tentang cinta.
Sumber : Islampos
Sementara istrinya akan ia ceraikan, sebab ia tahu bahwa istrinya tak mau diduakan.
Selain itu istrinya pun sampai saat ini belum memberikan keturunan. Karena alasan ini pula, niatnya untuk menikah lagi semakin terkuatkan.
Pagi itu ia sudah mandi, dandan, dan berkemas. Sesekali diliriknya sang istri yang tengah sibuk memasak di dapur. Lalu masuk kamar dan mengambil beberapa helai pakaian untuk dilipat dan dimasukan ke dalam tasnya. Dua tas besar pun sudah terisi penuh.
“Dik, aku mau bicara sebentar..”
“Sebentar ya Mas, aku hidangkan dulu makanan. Biar santai, nanti bicaranya sambil makan ya.”
Istrinya tersenyum manis. Sang suami duduk di kursi menghadap meja makan. Hidungnya mencium aroma makanan yang menggiurkan. Perutnya melilit managih jatah sarapan, lidahnya menjilat bibir, dan segumpal air liur ditelannya.
“Sebetulnya aku sudah tahu Mas mau pergi,” kata sang istri, “Aku khawatir saat di perjalanan Mas lapar dan kambuh sakit maagnya. Aku sengaja masak spesial pagi ini, mungkin ini yang terakhir sebelum Mas meninggalkanku.”
“Aku ingin Mas makan dulu,” lanjutnya, “Supaya Mas sehat, kuat, dan bugar. Aku juga sudah siapkan air dalam botol dan sedikit cemilan untuk di perjalanan. Semoga Mas sehat selalu.”
Sang suami termenung menyimak tutur istrinya, kepalanya menunduk seperti memikirkan sesuatu, dan dengan mata berkaca-kaca ia angkat bicara, “Istriku, aku tak jadi pergi. Aku ingin tetap bersamamu.”
Pengertian itu penting. Perhatian itu meluluhkan hati.
Kadang renggangnya hubungan suami istri bukan lantaran kurangnya rasa cinta, tapi kurangnya ilmu tentang cinta. Kurangnya perhatian untuk saling mengerti dan memahami. Kurangnya bumbu asamara dalam meracik kasih sayang. Juga kurangnya pengetahuan dalam menyajikan getar-getar cinta dalam jiwa.
Saat kebersamaan itu hambar, bahkan hampir memudar seperti kisah di atas, menjadi kembali segar setelah hadirnya bumbu cinta berupa pengertian, perhatian, dan kasih sayang. Kebersamaan pun kembali berselera, menarik, dan menghangatkan suasana. Bila pun sempat curiga, selalu kedepankan baik sangka.
Mendahulukan baik sangka saat curiga, merupakan kebaikan yang harus selalu diupayakan.
Lebih baik prediksi meleset, tapi kita sudah berusaha baik sangka. Daripada prediksi kita benar, tapi didahului oleh buruk sangka.
Saat hati mulai disinggahi oleh curiga, semoga baik sangka bertakhta di hati kita. Semoga dengan baik sangka menjadikan rumah tangga terpelihara keutuhannya.
Semoga kita kian giat belajar ilmu tentang rumah tangga, sebab sekali lagi, renggangnya hubungan suami istri buka semata karena kurangnya rasa cinta, tapi karena kurangnya ilmu tentang cinta.
Sumber : Islampos
Comments
Post a Comment